Rio Fauzan (Hiro Bejo)
Minggu, 25 September 2016
Rabu, 13 Mei 2015
Nazo : calflove
Part 2
Sudah seminggu semenjak kepindahanku ke sekolah ini, dan sampai saat ini
pun aku belum mendapat satupun teman. Ku hibur diriku dengan berfikiran
“bukannya ini wajar untuk anak baru”. Namun aku sama sekali tak bisa menipu
diri sendiri rasa haus akan keberadaan teman menggerogoti, “Ahh” teriakku dalam
hati, ingin ku teriak lebih keras “aku dehidrasi”.
Saat jam istirahat aku pergi ke kantin sekolah yang sedikit jauh dari
kelasku. Sistem katin diseini adalah kompetisi. Maksudnya dalam satu lahan
terdiri dari satu bangunan yang disebut kantin namun terdiri dari empat warung yang
masing masing menjual makanan yang hampir sama. Tinggal kreatifitas para
penjual untuk menarik siwa-siswa kelaparan untuk duduk diblok warungnya.
Setelah makan nasi kuning di warung
yang penjualnya di panggil Bude(dengan dialek jawa kental), aku kembai ke
kelas. Setidaknya itulah rutinitasku sejak seminggu yang lalu. Kudapati beberapa
siswa yang lain ada yang sedang menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah,
dan beberapa yang lainnya sibuk menggosip dengan ketawa mereka yang menganga
layaknya kuda nil yang menguap. Benar-benar pertunjukan menarik yang sangat
tidak cocok di tampilkan oleh seorang perempuan.
Jam pelajaran ketiga dimulai, ibu Muriana sebagai guru sejarah menjelaskan
kejadian-kejadian penting saat perang diponegoro yang membuat seluruh kelas
mengantuk. Aku sendiri memutuskan untuk membaca novel terjemahan jepang, dan
masuk keduniaku sendiri.
Cowok pemalas di depanku bahkan
telah tertidur lelap sebelum ibu Muriana atau yang kerap di panggil bu Ana itu
masuk mengajar. Ia hanya keluar kelas saat jam istirahat dan kembali
melanjutkan tidurnya saat jam istirahat selesai. Lagi-lagi tak ada satupun guru
yang menegurnya.
Aku mempunyai beberapa sepekulasi terhadapnya. Mungkinkah ia murid yang
kelakuannya tidak dapat diperbaiki sehingga semua guru menyerah terhadapnya,
atau mungkin saja ia orang yang sangat pintar sehingga tidak perlu mendengar
ceramah guru lagi seperti yang sering terjadi pada karakter dalam komik atau
novel yang pernah kubaca. Yang pasti, tebakan pertamalah yang paling cocok
untuk di kehidupan nyata ini.
Saat aku membolak-balikan novelku secarik potongan kertas jatuh dengan catatan kecil yang ditulis rapi diatasnya.
Kertas putih dengan garis merah jambu, sobekannya sangat rapih, hampir tak
terlihat seperti sobekan kertas. Tulisannya sangat indah sampai-sampai aku
menebak penulisnya adalah seorang cewek jika saja aku tak melihat nama
pengirimnya di sudut bawah sebagai kata penutup.
Isinya:
Mohon, temui aku di perpustakaan sepulang sekolah.
Dari: Delta, Orang yang punya hutang denganmu
Orang yang pernah berhutang denganku? Dengan cepat aku teringat dengan kata
si cowok seyum. “Kau mungkin tidak mengingatnya tapi aku berutang budi denganmu
sebelumnya” setidaknya begitulah yang dapat kuingat. Apa ini hanya lelucon?
Paling, ia hanya ingin mengejekku atas tindakan anehku kemarin.
Sepulang sekolah aku memutuskan untuk tidak menuruti surat itu, kalau ia
ingin berkenalan kan dia dapat melakukannya dikelas. Karena alasan itulah aku
pikir ini hanya lelucon. Setelah bel berbunyi kugendong ranselku dan memutuskan
untuk langsung pulang. Namun, ketika aku berdiri walikelas yang tidak lain
adalah pak Lafyan menyuruhku untuk ikut keruangannya. Tentu saja aku
menurutinya tanpa perlawanan
Pak Lafyan ternyata hanya menyuruku untuk mengisi biodata dan angket siswa.
Di situ aku diharuskan untuk mengisi Kolom hobi. Tanpa berpikir panjang aku
menulis nya dengan “membaca Light Novel terjemahan terutama cerita
misteri(Detektif)”dan memberikan kembali kepada pak Lafyan.
“Hobimu bagus juga” pak Lafyan buka mulut dan matanya yang terlihat
mengamati kertas yang beberapa menit yang lalu berada di tanganku. “Kupikir kau
cocok denganku”. Mukaku mulai memerah saat ia menggunakan kaka ‘cocok’ dalam
kalimatnya, oh aku pasti aku menyalah artikannya.Bagaimana aku tidak tersipu ,
walikelasku ini adalah seorang pria bujangan yang parasnya terbilang tampan
ditambah dengan kacamata trendinya, menambah kesan muda.hanya seragam
dinasnyalah yang membedakan umur kami.kalau saja ia ngedet ma aku di mall tak
akan ada yang tahu bahwa ia adalah guruku. Kami akan diangggap sebagai pasangan
muda biasa.
Sesaat hening dalam ruangan yang yag hanya terdapat dua orang yang terdiri
dari seorang guru dan murid . tiba-tiba tawa pak Lafyan memecah suasana.
“Tolong jangan dianggap serius kata-kataku sebelumnya” masih dengan ekspresi
tawanya namun sekarang lebih ditahan. Aku ikut tertawa lirih,lebih kepada
menertawai diriku sendiri.
Tawa kami pun mereda “apa masih ada
keperluan lagi nih pak?” tanyaku.
“tidak ada semua sudah selesai”
“Kalau begitu saya pulang dulu” ia hanya mengangguk seakan mengatakan
‘silahkan!’. Namun saat aku berbalik menghadap pintu keluar, “Oh, iya...
menurutku kau cukup manis”aku berpura-pura tidak mendengar kata terakhirnya itu
dan langsung keluar ruangan.
Manis? Oh sekali lagi aku tersipu, apa yang baru saja ia katakan aku ini
manis. Oh tunggu dulu, aku tak mau jatuh ke lubang yang sama. Kalau saja ia
melihat wajahku yang sekarang, tentu tawanya akan pecah lagi, mungkin lebih
keras dari sebelumnya. Lagipula ia bilang ‘cukup’, itu artinya mendapat nilai
‘C’ dan bahkan itu belum mencapai satandar kelulusan (setidaknya untuk Kurkulum
2013).
Aku berjalan di atas koridor. Untuk menuju ke pintu gerbang depan sekolah,
aku harus melewati depan perpustakaan. Aku sama sekali tak punya niat untuk
singgah atau sekadar mengintip untuk memastikan kebenaran surat itu. Tapi, apa
yang ku liahat di depan perpustakaan sangat mengejutkan. Sepasang bibir yang
menyunggingka senyum berdiri di depan pintu perpustakaan sekolah. ‘Apa ia
menunggu ku?’ Tapi setelah melihat dia, aku mengabaikannya seolah sama sekali
tak melihat apa-apa. Dan langsung pulang kerumah.
OOO
Bagaimanakah cara menjadi cerdas?
“Menjadi orang
pintar itu sangat mudah”. Benarkah
demikian? Pastinya mendengar pernyataan ini kalian akan terheran-heran. Pintar
adalah suatu sifat bawaan yang dimiliki oleh semua manusia dan inilah yang
membedakan kita dan hewan.Jadi, kita semua ini adalah orang yang pintar. jika
kita semua pintar , kenapa masih ada orang yang bodoh???
Wah, kata-kata saya mungkin membingungkan. Tapi, begitulah kenyataanya. Kita
semua adalah orang yang pintar, namun tidak semua orang cerdas. Orang cerdas
adalah mereka yang mampu menyadari, memanfaatkan, dan menggunakan
kepintaraanya. Sedangkan orang yaang tidak mampu menyadari, menggunakan dan
memanfaatkan kepintaran yang dimilikinya inilah yang di sebut sebagai orang bodoh(
tidak cerdas ).
Kalau begitu, bagaimana cara menjadi orang cerdas? Sekali lagi, Tak ada
yang sulit untuk dilakuan jika kita melakukannya dengan bersungguh-sungguh.
Berikut saya berikan,
Langkah-langkah menjadi orang cerdas:
1. Sadari Kepintaran anda
Setiap orang mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda. Ada orang yang pintar dalam Berhitung, ada yang
pintar dalam menghapal,ada yang pintar dalam bermain sepak bola , Ada yang
pintar nyantet orang.
Maka, mulailah mencari tahu
anda pintar dalam bidang yang mana!
2. Gunakan kepintaran tersebut
Jika sudah menyadarinya, maka
gunakanlah kemampuan tersebut. Jika anda pintar berhitung gunakanlah dalam
pelajaran matematika. Jika anda pintar bermain sepakbola bergabunglah dengan
tim sepak bola. Jangan sampai Anda
pintar berhitung, kemudian di gunakan dalam bermain bola. Atau sebaliknya anda
pintar mengolah bola,digunakan dalam pelajaran Matematika. Asalkan Jangan
Pintar nyantet orang saja.
3. Pelihara dan kembangkan
Setelah anda menyadari dan
menggunakan kemampuan anda Pelihara dan kembangkanlah kepintaran dan kemampuan
tersebut. Seperti halnya Belati, Jika diasah setiap waktu maka tak ada satu
benda pun yang tak dapat ditebasnya.
Kesimpulanya,menjadi
pintar itu sangat mudah karena setiap manusia memang sudah dianugrahi
kepintaran.Tinggal bagaimanakah kita menyadari,menggunakan,dan memeliharanya
sehingga kita dapat menjadi orang yang cerdas.
Mungkin
saya terlalu bicara panjang lebar. Dan saya juga sudah kehabisan bahan tulisan,
jadi saya akhiri dulu sampai di sini. Satu pesan dari saya:
“Cintailah Kemampuan anda,maka kemampuan akan mencintai anda”
Nazo : Libro Doomsday
Pria Misterius dan buku catatan
“Simpanlah
buku ini jangan sampai mereka mebeberkan kepada dunia tentang Virus yang tak---
” ia berhenti sejenak dan menoleh ke sekeliling “Ah, hubungi saja nomor telepon
yang ada di dalam setelah kau memecahkan kodenya. Tolong aku, anggaplah ini
sebagai permintaan terakhir” timpalnya
dengan sangat cepat masih dengan ekspresi yang sungguh sangat ketakutan.
Aku
hanya dapat mengangguk terpaku dan menerima buku yang ia sodorkan kearahku,
masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. setelah itu ia berlari lagi
dan hilang di balik tembok embun putih.
Tak
lama kemudian suara ledakan memecah keheningan. Suaranya seperti sebuah petasan
namun lebih keras lagi, mungkin juga suara peluru. Aku tak sempat menghiraukan
hal tersebut karena angkot sudah menuggu dihadapanku siap menganta.
Dunia,
gempar dengan isu adanya virus mematikan yang disebut degan virus kiamat. Semua
media baik koran, radio, maupun televisi memberitakan hal tersebut. Dan
parahnya lagi aku diberi tanggung jawab oleh orang yang tak kukenal untuk
memecahkan kode tentang virus tersebut.
Bolak-balik
kubaca isi buku ini. Namun tak kutemukan juga apa kode yang tersembunyi
didalamnya. Isinya hanya catatan biasa yang ku tebak pemiliknya adalah seorang
mahasiswa atau mungkin saja seorang ilmuan , karena hanya coretan-coretan yang
aku ketahui sebagai rumus-rumus dan penyelesaian kimia. Buku ini kudapat kemarin
dari seseorang yang aku juga tidak tahu siapa.
Kemarin,
embun sangat tebal . Bahkan jarak pandang tak sampai sepuluh meter. Untuk ke
sekolahan, aku harus berjaran tiga ratus meter keluar lorong agar dapat
mencapai halte tempat kami menunggu mobil angkutan kota. Sebelum tiba di halte, seorang pria menabraku
dan jatuh bersama. walau samar
kupastikan ia memakai baju putih, membuatnya makin sulit terlihat dalam embun
yang tebal.
“Maaf,
maafkan aku” tuturnya dengan wajah yang ketakutan serta bibir yang menggigil.
***
Kode Misteri dan Perampok
Sampai
hari ini aku masih belum mengerti apa yag ia maksud dengan memecahkan kode
tersebut. Ku perhatikan sampul dari buku itu. Di sudutnya sampul bagian depan
terdapat tulisan kecil. Membacanya tak cukup dengan mata telanjang karena
tulisannya yang begitu kecil sehingga kugunakan lup atau kaca pembesar ayah dan
memperhatikannya layaknya detektif. Tulisanya “ Halaman dengan kelopak bunga
mawar menyimpan rahasia yang samar ”.
Betul
saja, setelah aku buka lagi ada halaman yang di selipkan dengan kelopak mawar
kering. Tak ada yang spesial dengan halaman itu hanya coretan rumus-rumus
kimia. Sama halnya dengan halaman lainnya. Terkecuali, dipojok ada catatan
kecil yang diberi judul sudut misteri.
Aku
semakin bingung dengan hal ini. “Sudut misteri ??” gumamku. “V+8+R+21+S KIAMAT = 20+I+4+A+11 ADA” Begitulah
tulisan yang tertera di sudut misteri tersebut. Semua membuatku semakin pusing.
“Rio,
makan malam sudah siap!” teriak ibuku.
“Iya
mah”
Pintu
kamarku berderit cukup kencang saat ku buka. Terlihat seorang pria dengan
kacamata bersama dua anak kecil duduk menungguku di meja makan. Sedangkan
seorang wanita sedang menyiapkan piring dan sajian diatas meja. Mereka adalah
ayah, mama, dan kedua adikku. Aku pun duduk bersama mereka dan melakukan santap
malam.
“Rio,
Setelah makan tolong belikan gula di warung bu tini” perintah ibuku
“Ya”Jawabku
singkat.
Setelah
makan kulaksanakan perintahnya. Aku mengambil sepeda di samping rumah dan mulai
mengayuh kewarung bu tini. Tempatnya tidak begitu jauh. Hanya sekitar lima
menit aku sudah kembali menuju rumah dengan membawa dua kilogram gula di tangan
kiriku.
Jalanan
begitu sepi, hanya terlihat beberapa orang yang berjalan kaki dan beberapa
mengendarai sepeda sepertiku. Aku sempat merinding ketika melewati Jalanan yang
kiri dan kanannya hanya ada pepohonan dan gemerisik semak menambah kesan
horornya. Namun,perasaan takut seketika berubah menjadi sakit ketika sebongkah
batu besar mengkantam punggungku. Aku tersungkur bersama sepeda dan
belanjaanku. Teriakan minta tolong sempat ku lentingkan namun jalanan begitu
sepi, tak ada yang mendengar. Kecuali, seorang yang sekilas kulihat berada
semak-semak memegang batu besar. Ia berlari kearahku sambil mengayunkan batunya
tepat ke kepalaku. Satu ayunan hanya mengenai rambutku karena aku menunduk.
Semua usahanya terhenti karena teriakan dua orang pengendara sepeda yang baru
saja lewat. Orang itupun lari masuk kedalam semak tempat ia keluar tadi dan
hilang dalam sekejab.
“Kau
tak apa nak?” Seorang kakek yang belum terlalu tua membantuku duduk. Sedangkan
satunya adalah seorang remaja seumuran denganku.
“Ya,
aku tak apa.” Jawabku.
“Kau
harus berhati-hati kalau berjalan di tempat sepi seperti ini” kata kakek itu.
“Orang itu mungkin berniat merampokmu.”
“Dia
pasti perampok yang bodoh, tidakkah ia melihat penampilanku yang sama sekali
tidak terlihat seperti orang berduit?.”
“Hahaha,
kau benar juga. Tapi kau beruntung tidak terkena pukulan dari pria itu”
“Yah,
tapi punggungku terkena lemparannya.”
“Baiklah,
sebaiknya kau segera pulang. Orang tua mu pasti mengkhawatirkanmu jika kau
berlama-lama “ “Mau ku temani?”
“Ah
terimakasih, tapi aku rasa itu tidak perlu. Aku bisa sendiri”
Aku
pulang dengan membawa gula dan pengalaman tragis yang hampir merenggut nyawaku.
Serta rasa sakit di punggung ku, akibat lemparan batu tadi.
Ketika tiba aku sama sekali tak
membicarakan tentang kejadian tadi dan langsung menuju ke kamar merenungkan apa
sebenarnya yang terjadi. Aku berusaha melupakan kejadian malam itu. Namun,
kudapati diriku sadang memikirkan hal lain, yaitu kode dalam buku itu .
“Ah...,
Apa sebenarnya arti dari kode ini” gumamku memulai monolog “mungkin ini tulisan
alay, seperti menjadikan angka 3
menjadi huruf E atau angka 8 menjadi huruf B.”
Tiba-tiba
terlintas di kepalaku
“Yah,
itu dia”. “mengubah huruf menjadi angka, namun bukan huruf alay. Namun, mengubah huruf sesuai dengan urutannya dalam alfabet”
Aku
mengambil sebuah kertas menuliskan hasil hipotesis ku untuk memecahkan kode
tersebut. Dan hasilnya kudapati, tulisan yang berbunyi:
“V+I+R+U+S KIAMAT = T+I+D+A+K ADA”. “virus
kiamat tidak ada”
Aku
sempat mengulang kalimat itu beberapa kali dan setelah itu melompat gembira
karena telah memecahkan kodenya. Namun aku masih bingung apa arti dari kalimat
tersebut dan akan ku apakan kalimat ini.
Ting ..., dengan cepat pikiranku menuju
ingatan saat aku bertemu pria yang memberikan buku ini. Ia sempat berkata
“Hubungi saja nomor telepon yang ada di dalam setelah kau memecahkan kodenya.”
Aku
kembali membolak-balik buku catatan itu. Hingga sampai lembaran terakhir
terlihat 12 digit nomor. Tanpa basa basi kuhubingi nomor tersebut.
“
Wanita Teman Pria Misterius
“Halo,
saya Rio. Saya di beri amanah untuk menghubungi anda setelah memecahkan kode
oleh seseorang”
“Oh
benar, Aku teman orang tersebut. Aku telah menunggu dihubungi oleh anda.
Sekarang, Apa arti kodenya”
“Tunggu,eh,
maaf kalau anda temanya mengapa ia tidak memberi tahu langsung ke anda arti
kode tersebut” kataku dengan tak sadar mengeluarkan kalimat itu.
“Ah,
Ia tak mungkin melakukan hal tersebut. Gerak geriknya selalu di pantau 24 jam .
dan pastinya ia tak mungkin diberikan
alat komunikasi. Ah, Maaf kau pasti tidak mengerti apa yang baru saja aku
bicarakan. Ini semua sangat rumit untuk kuceritakan dari awal.” Kata orang yang
kukenali dari suaranya adalah seorang wanita .
“Tak
apa”.
“Kau
menelponku itu berarti kau telah memecahkan kodenya kan?”
“Iya”
“Apa
isinya?”
“Virus
Kiamat tidak ada. Itulah hasil kode yang ku pecahkan.”
Wanita
ini terdiam mendengar penjelasanku. Hening sejenak tak ada dari kami yang
bersuara.
“Baiklah
Terima kasih banyak atas kerja kerasmu. Kau telah menjadi seorang pahlawan”.
Tut,tut,tut. Telepon diputus. Aku
menghela nafas merasa telah kehilangan beban atas semuanya. Masih melayang di
ingatanku kalimat terakhirnya Kau telah
menjadi seorang pahlawan. “Apa maksuk dari kalimat itu?” tanyaku heran.
_ _ _
Sebelum
tidur aku menyalakan TV dan begitu kagetnya aku, antara senang dan terkejut. Setiap
stasiun televisi menyiarkan berita yang sama. Tentang virus kiamat. Semuanya
memberitahukan bahwa tenyata virus kiamat tak lebih dari ancama semu dari
teroris dengan kata lain virus itu tak ada.
Aku
pun terlelap dalam tidurku. Mimpiku malam itu begitu indah, namun ketika
terbangun aku melupakan semua isi mimpi tersebut.
Seperti
biasa, bangun tidur aku langsung berisap untuk berangkat kesekolah. Namun,
kedua orang tua beserta kedua adikku tidak ada dirumah. Aku tak mempedulikan
hal tersebut.
Setelah
siap, seperti hari-hari sebelumnya aku berjan untuk menunggu angkot di halte.
Setibanya di halte aku langsung duduk. Baru ku sadari bahwa semua di
sekelilingku sepi hanya dal suara angin dan juga suara menyeramkan burung
gagak.
Setengah
jam ku menunggu dengan sabar tak ada satupun angkot yang lewat. Bahkan satu
kendaraan pun tak ada. Di kejauhan aku melihat sesuatu yang sangat asing
dimataku. Itu terlihat seperti tumpukan sampah yang menggunung. Begitu
terkejutnya aku ketika aku mendekat dan melihat dengan jelas bahwa itu adalah
tumpukan mayat. Yang membuatkan bertambah Shock
ditumpukan teratas ada dua anak kecil yang menggandeng dua orang di kedua
sisinya, yang tak salah lagi mereka adalah kedua orang tua dan adiku.
Teriakan,
raungan, dan tangisanku memecah keheningan pagi itu. Melengking diantara kota
yang sepi . hanya tumpukan orang mati yang menyaksikannya.
dari
Misteri Benang Merah VIRUS KIAMAT
Hiro Bejo
Nazo : Calflove
Part 1
“Kau tau? Orang yang termiskin adalah mereka yang memiliki hutang, jadi aku
sama sekali tak butuh bantuanmu karena aku tak mau berhutang budi.”
Ia tetap memungut beberapa buku yang berceceran di koridor sekolah, aku
memukul tangan cowok ini saat ia hendak mengambil salah satu buku merah yang
berceceran di ubin putih yang sekilas memantulkan cahaya matahari musim kemaraui.
Aku melakukan itu tanda serius menolak
bantuannya, tapi ia malah memberiku beberapa buku yang berhasil ia pungut
sebelumnya.
“Kalau begitu anggaplah kita impas, karena aku berutang budi sebelumnya
denganmu.” ia melukiskan senyum di bibirnya dan sedikit memiringkan kepalanya
kekanan.
“Berhenti melakukan senyum menjijikan itu, lagi pula aku tak pernah ingat
memberimu barang atau jasa sehingga kau berutang padaku”
“Kau mungkin tidak mengingatnya, namun itu selalu membayangiku” setelah
mengatakan itu ia lalu berbalik memperlihatkan punggungnya yang lebar lalu
pergi tanpa sepatah kata pun.
Sial mengapa aku harus berkata
seperti itu, bukannya itu adalah salah satu kesempatan untuk mendapatkan teman
disekolah yang baru saja kemarin aku pindah kemari. Apalagi Cowok tadi cukup
keren dan terlihat sangat atletis , pasti di cowok populer di sini. Ah, sekali
lagi aku menyesali perbuatanku itu, apalagi sok keren dengan kata-kata ku tadi
yang entah dari mana ku ingat dan langsung terlintas di kepalaku untuk
kugunakan di timing yang kurasa
salah.
Sikapku tadi sebenarnya adalah akibat dari sikap pesimistis ku terhadap
sekolah terutama kelas ini. Bayangkan saja, Kemarin saat aku baru menginjakan
kaki ke tanah sekolah ini aku sudah di sambut dengan satpam yang garang,
ditambah dengan guru yang bertugas mengantarkan aku ke kelas baruku mengomel
sendiri saat di perjalanan menuju kelas entah monolog apa yang sedang ia
bicarakan yang pasti itu membawa emosi negatif. Dan lagi setelah memperkenalkan
diri didepan kelas sebagai murid pindahan tak ada satupun yang menaggapi,
bahkan saat ku tanya “apa ada pertanyaan?” semua hanya diam membisu, bahkan
tanpa suara jangkrik sekalipun. Untung Wali kelas yang baik hati yang tentunya
bukan guru yang tadi, menayakan beberapa pertanyaan seperti alamat rumahku dan
nomer telepon urang tua ku yang ku kira memang wajar ia melakukan sebagai
perwalian.
Aku ditempatkan pada barisan paling belakang, di sudut sebelah kanan dekat
jendela. Seorang cowok dengan senyumnya melambaikan tangan kearahku. Apa itu?
Apa kau ingin mengejekku karena perkenalan singkat yang kupikir sedikit
memalukan tadi.
Bangku di sini terdiri dari satu meja dan satu kursi yang masing masing
tiap meja dan kursi berpasangan dipisahkan dengan jarak setengah meter berbeda
dengan sekolah lamaku yang merapatkan dua meja sekaligus dengan masing masing
dua kursi di setiap pasangan dua meja tersebut. Ada lima baris dan enam kolom
atau sebaliknya karena aku tak bisa membedakan mana bari dan mana kolom, atau
lebih jelasnya jika kusebut lima deret di depan dan enam kebelakang, jumlahnya
tiga puluh bangku dengan dua yang kosong, yang sebenarnya tiga namun salah
satunya telah kuisi.
Di depanku ada seorang cowok pemalas. Ku katakan begitu karena ia tidur
seharian di tiap mata pelajaran , anehnya tak ada guru yang memarahinya atau
setidaknya mencoba membagunkannya.
Keesokan harinya atau sehari setelah perkenalan buruk yang memberikanku
kesan negatif soal kelas ini. Saat bel pulang berbunyi, guru fisika menyuruku
untuk membawa dua puluh delapan buku cetak bersampul merah yang telah kami
pakai sebelumnya, untuk dikembailakan ke perpustakaan. Awalnya aku semapat ragu
saat ia menunjukku “apakah yang ia tunjuk dengan jari telunjuk panjangnya itu
benar-benar aku? Atau hanya kebetulan terpeleset kearahku. Tapi semua keraguan
itu lenyap saat wanita tua itu membuka buku absensinya dan menyebut “Nanda
Gabriela” yang kalau memang tidak salah kuingat itu adalah nama yang diberikan
ibu kepadaku, serta dilanjutkan dengan mengeluarkan perintah yang sudah
kusebutkan sebelumnya.
Guru dengan kacamatanya yang
menambah kesan tua itu, pergi duluan dengan memberikan amanat “Bilang pada pak
Ganis penjaga perpus, ini buku dari ibu Suhaeni! Dan katakan namaku dengan
jelas! Sekali lagi kuingatkan, sebutkan namaku dengan jelas Su-Hae-Ni!”
Aku mengambil tumpukan buku
tersebut. Saat hendak keluar kelas dan pertama kali menginjakan kaki di ubin
koridor sekolah aku menabrak seorang cewek, yang sikapnya sangat tak acuh
bahkan ia langsung pergi tanpa meminta maaf sedikit pun. Buku dalam pelukanku
berceceran di lantai.
Dan, saat itulah kejadian yang membuatku menyesal, yang sebelumnya telah
kuceritakan diatas terjadi. Cowok yang memberikan senyum hangat dan melambai
kemarin berniat membantuku, malah aku berikan kesan buruk kepadanya dengan
sikapku yang sungguh aneh itu. Ia pasti berpikir bahwa aku cewek yang aneh,
tidak tau terima kasih, dan mungkin ia berpikir aku gila. Ahgg, seandainya aku
orang bodoh, sudahku hantamkan kepalaku ini di tembok, namun aku bukan orang
yang begitu mudahnya menyakiti diriku karena hal seperti itu karena aku tidak bodoh.
OOO
Langganan:
Postingan (Atom)